Selasa, 17 Juli 2018

Nanoteknologi di Industri Pangan



Hasil gambar untuk nanoteknologi
Ilustrasi. Sumber: https://tinyurl.com/yc6pzd9w

Industri pangan sedang berkembang pesat di Indonesia maupun di Indoensia. Untuk industri yang mempunyai persaingan sangat ketat dan inovasi sangat vital, teknologi nano hadir sebagai potensi bantuan untuk kemajuan dalam produksi makanan berkualitas yang ditingkatkan sifat-sifat fungsional. Perusahaan yang memanfaatkan teknologi nano cenderung lebih unggul dibanding perusahan lain yang tidak menggunakan teknologi nano.  Nanoteknologi melibatkan manipulasi materi pada skala yang sangat kecil, biasanya antara 1 dan 100 nanometer. Benda-benda nano ini terbagi menjadi nano partikel, nanotube, nanofibres, nanosheets. Banyak senyawa dan unsur-unsur umum mempunyai perilaku yang berbeda di skala molekular dan atomik. Walaupun banyak kelebihan dari nanoteknologi, juga terdapat kekhawatiran akan efek-efek negatifnya, baik terhadap kesehatan manusia maupun lingkungan.

Manufaktur
Manufaktur skala nano dibagi menjadi dua , yaitu top down dan bottom up
Top down merupakan manufaktur yang melibatkan pemecahan partikel yang lebih besar menjadi partikel nano secara fisik atau kimiawi. Contohnya adalah pengecilan ukuran dengan penggilingan mekanis, homogenisasi seperti pada pemecahan globula-globula lemak pada dairy product.
Bottom up merupakan manufaktur yang membuat materi-materi yang lebih kecil menjadi lebihe besar dalam ukuran nano. Contoh kristalisasi, deposisi lapis-demi-lapis, ekstraksi/evaporasi pelarut, self-asembly, sintesis mikrobial, dan reaksi biomassa, serta self assembly entitas biologis yang menghasilkan nanomaterial stabil, yaitu kasein misel


Stabilitas Emulsi
Ukuran droplet-droplet kecil pada emulsi memberikan sifat reologi dan sifat tekstural nanoemulsi yang unik yang membuat enak untuk disentuh dan bersifat transparan, serta tidak mudah pecah emulsinya. Contoh es krim dan mayonnaise rendah lemak.
Nutrasetikal pada Skala Nano
Mengurangi ukuran partikel senyawa nutrasetikaldapat meningkatkan avaibilitas, mengantarkan sifat propertis, dan kelarutan bioaktif, serta meningkatkan stabilitas selama pemrosesan, penyimpanan, dan distribusi. Asam lemak Omega-3, beberapa bakteri probiotik, likopen, Vitamin D2, dan beta-karoten dapat dibuat menjadi ukuran nano.
Nanoenkapsulasi
Nanoenkapsulasi adalah teknologi untuk mengenkapsulasi suatu senyawa dalam ukuran kecil. Fungsinya dapat menjaga stabilitas enzim agar tidak mudah, menutupi rasa yang tidak diinginkan, meningkatkan bioavaibilitas. Salah satu jenis nanoenkapsulator yang dapat digunakan adalah alfa laktabulmin yang dapat diperoleh dari protein susu untuk mengenkapsulasi vitamin dan mineral, nutrasetikal, dan senyawa flavor. Selain itu, zein yang merupakan protein dalam jagung juga dapat menjadi nanoenkapsulator bagi senyawa flavor.
Nanocolorant

Penggunaan pewarna yang larut minyak seperti senyawa beta-karoten ke dalam minuman yang bersifat polar contohnya air menjadi mungkin dilakukan dengan menggunakan teknologi nanoemulsi baik emulsi oil in water (O / W) atau water in oil (W / O). Pembuatan senyawa nanopartikel dengan menggunakan asam alginate dan ion-ion kalsium dapat menyebabkan pewarna yang sifatnya larut dalam minyak dapat larut dalam air dalam larutan aqueous.

Nanopackaging

Penambahan nanopartikel Ag apabila digunakan untuk melapisi bahan pangan akan memperpanjang umur simpan dari bahan pangan dengan menyerap dan mendekomposisi gas etilen sehingga buah akan lebih lambat matangnya dan tidak mudah rusak. Selain itu penambahan Ag juga berdampak pada menurunnya jumlah mikroorganisme. Penurunan jumlah mikroorganisme disebabkan oleh sel-sel nutrien mikroorganisme terserap pada luas permukanan nanomaterial yang menyebabkan sel-sel itu tidak mendapat makanan. Beberapa nanomaterial menginduksi kematian sel dalam sel eukariotik dan penghambatan pertumbuhan dalam prokariotik sel karena sitotoksisitas. Pada makanan expired date biasa ditentukan oleh nanosensor yang dapat mendeteksi indicator spesifik dari metabolisme patogen atau dapat memberitahu konsumen tentang sejarah suhu produk, cahaya, paparan oksigennya.

Regulasi
Nanoteknologi sendiri sudah ada standarnya di Indonesia yang diatur dalam beberapa SNI. Namun, akses SNI sendiri membutuhkan izin untuk mengakses SNI yang berhubungan dengan nanoteknologi. Regulasi internasional sendiri dibagi menjadi dua, regulasi horizontal  dan vertikal. Regulasi horizontal mengatur mengenai pembuatan atau manufaktur yang berkaitan dengan nanoteknologi. Sementara regulasi vertikal mengatur mengenai batas maksimum penggunaan nanoteknologi pada produk-produk, termasuk produk pangan. Maka dari itu, kita harus “melek mata”  terhadap perkembangan zaman, termasuk nanoteknologi pada industri pangan. Bila ingin mengetahui lebih lanjut dapat melihat di https://tinyurl.com/ybvtucv3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar