Sabtu, 01 Desember 2018

Sejarah Bachang dan Festival Duanwu dari Negeri Tirai Bambu

Hasil gambar untuk zongzi'
Ilustrasi. Sumber: https://tinyurl.com/y8sdwu57
       
        Dalam kebudayaan Tionghoa, makanan juga merupakan bagian esensial dalam acara tradisi dalam menghormati pendahulu dan dewa, merayakan kebersamaan keluarga, dan mengenang acara bersejarah. Banyak festival Tiongkok yang terasosiasi dengan makanan dan suguhan yang spesial. Banyak makanan yang memiliki arti khusus secara kultural selama sejarah panjang Tiongkok.

        Salah satunya adalah bachang yang memiliki hubungan dengan Festival Pehcun atau Festival Duanwu. Sejarah bachang dimulai dari meninggalnya Qu Yuan. Ada banyak versi mengenai meninggalnya Qu Yuan di masa lampau. Salah satu versi yang dimaksud adalah Qu Yuan putus asa akan kondisi kerajaan yang penuh dengan tindakan korupsi, sehingga dia menenggelamkan dirinya ke sungai. Versi tersebut menyebabkan bachang menjadi salah satu lambang antikorupsi. Pada tahun 2013 di Indonesia, Generasi Muda Perhimpunan Indonesia Tionghoa (GEMA INTI) melakukan unjuk rasa tentang rasa prihatin atas kasus korupsi yang terjadi. Dalam unjuk rasa tersebut, mereka memberikan hadiah bachang sebagai simbol perjuangan antikorupsi kepada pimpinan KPK.

       Semasa hidupnya, perdana menteri Qu Yuan mengabdikan hidup kepada masyarakat, sehingga atas rasa hormat kepada Qu Yuan, masyarakat Tiongkok yang berduka mencari jenazah Qu Yuan menggunakan perahu sembari memukul genderang untuk mengusir ikan agar tidak memakan jenazah tersebut. Selain itu, masyarakat Tiongkok juga melemparkan makanan agar ikan-ikan memakannya dan jenazah Qu Yuan tidak dimakan ikan. Hal inilah yang menjadi cikal bakal Festival Duanwu, yang terdiri atas kegiatan lomba perahu naga dan makan bachang. Festival Duanwu dilakukan pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Tiongkok. Bachang sendiri diterima secara resmi sebagai makanan yang dimakan pada Festival Duanwu pada Dinasti Jin (265-420). Perahu naga yang digunakan untuk memperingati Festival Duanwu memiliki kepala naga yang dicat warna-warni dengan seikat/segumpal rumput yang menjulur keluar dari mulutnya. Awalnya, masyarakat mencari jenazah Qu Yuan menggunakan kapal nelayan yang tidak dihiasi dengan kepala naga. Tetapi naga merupakan simbol penjaga terhadap roh-roh jahat, sehingga perahu naga yang ada saat ini diasumsikan baru ditambahkan saat Festival Duanwu berkembang. Penggunaan perahu naga diikuti oleh masyarakat turun-temurun hingga menjadi suatu tradisi. Penggunaan perahu naga diikuti oleh masyarakat turun-temurun hingga menjadi suatu tradisi.

         Masyarakat awalnya melemparkan nasi yang hanya dibungkus oleh daun bambu seadanya. Bahkan ada sumber menyatakan bahwa yang dilemparkan merupakan nasi ketan, bukan nasi putih. Penggunaan daun bambu disebabkan jumlahnya yang banyak dan mudah ditemukan di Tiongkok. Terdapat juga yang menyatakan bahwa awalnya nasi tersebut dimasukkan dalam batang bambu. bachang didefinisikan sebagai panganan berbentuk piramida yang terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun bambu atau daun buluh. Perbedaan karakteristik bachang di Tiongkok Utara dan Selatan terlihat dari isinya. Tiongkok Utara seperti Beijing memiliki bachang dengan cita rasa manis, dengan isian pasta kacang kasar, kurma kecil, jujube, atau buah-buahan yang diawetkan. Sedangkan Tiongkok Selatan seperti Guangdong memiliki bachang dengan cita rasa asin, dengan isian seperti daging ham, kuning telur, daging yang diasinkan, ayam panggang, bebek, chestnut, atau jamur ;dan manis dengan isian kenari atau kacang.

        Untuk cara pemasakan bachang, serta aspek-aspek ilmiah yang terjadi saat pengolahan bachang akan dibahas di tulisan selanjutnya. Sekian untuk tulisan kali ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar