Ilustrasi. Sumber: https://tinyurl.com/yakvxb6d |
Sektor pertanian di seluruh dunia mengalami pertumbuhan yang pesat sejak pertengahan abad ke-20. Pertumbuhan ini didorong oleh Revolusi Hijau telah menjamin ketahanan pangan bagi populasi yang terus bertambah. Namun tingkat pertumbuhan pertanian menghadapi tantangan serius dalam hal keberlanjutan. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kekhawatiran mengenai kebutuhan konsumsi masyarakat yang juga meningkat. Pada tahun 2050, populasi diperkirakan mencapai 9,1 milyar dan membutuhkan peningkatan produksi makanan sebesar 70 persen. Sebanyak 37,7 persen dari total daratan di dunia digunakan di bidang agrikultur dengan sekitar 1 milyar orang yang bekerja sebagai petani. Afrika Sub-Sahara, Afrika Utara, Asia Tenggara dan Pasifik, dan Timur Tengah dilaporkan mengalami peningkatan jumlah pekerja di bidang agrikultural. Sekitar dua pertiga dari tiga miliar penduduk pedesaan di negara berkembang hidup di sekitar 475 juta rumah tangga usaha pertanian kecil dengan rata-rata luas lahan pertanian lebih kecil dari dua hektar. Pertanian kecil mendominasi sistem agrikultur di dunia, terutama di negara-negara berkembang. Pertanian kecil berkontribusi sebanyak 70 persen dari total pemenuhan kalori di dunia. Namun banyak petani kecil yang mengalami kemiskinan, kurangnya keamanan pangan, dan memiliki akses terbatas kepada pasar dan pelayannya. Hal ini menyebabkan tumbuhnya kesadaran masyarakat bahwa petani kecil memegang peran penting dan butuh perhatian dari pemerintah maupun dari dukungan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian Komunitas Pertanian dan Pembangunan Global telah beralih ke pertanian terkecil dunia. Bukti menunjukkan bahwa petani kecil dan pertanian keluarga sangat penting untuk memberi makan planet ini, hal tersebut ditujukan untuk mengurangi kemiskinan, ketahanan pangan, dan perlindungan keanekaragaman hayati. Selain itu, sumber daya alam bergantung pada penyertaan dan partisipasi petani kecil. Pengurangan kemiskinan dapat tercapai dengan memenuhi kebutuhan petani kecil. Kebijakan yang efektif untuk inovasi pertanian, penggunaan lahan, atau pengurangan kemiskinan dan kelaparan membutuhkan Pengklasifikasian dan pemetaan sistem pertanian global. Namun data mengenai pertanian kecil, kepentingan petani kecil dan data yang berhubungan dengan luas lahan pertanian skala kecil hampir tidak ada. Selain itu, adanya kebutuhan untuk meningkatkan data populasi manusia dan praktek penggunaan lahan, terutama di negara berkembang. Namun, tidak satupun dari pendekatan skala besar sebelumnya berguna dalam menggabungkan pemetaan area tanah manusia dengan data sensus rumah tangga yang dapat, misalnya, membedakan antara populasi pertanian dan nonpertanian.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemetaan pemusatan rumah tangga petani. Peta pemusatan rumah tangga usaha pertanian skala subnasional di banyak negara berkembang berguna dalam menilai peran petani dalam ketahanan pangan. Penelitian yang pernah ada difokuskan pada Amerika Latin, sub-Sahara Afrika, dan Asia Timur dan Selatan, yang bersama-sama mencakup hampir 90 persen dari pertanian dunia. Hasil dari peta tersebut digunakan dalam melakukan kuantifikasi petani kecil dengan dua cara, yaitu: pertama dengan memasukan data sensus tingkat rumah tangga pada kegiatan pertanian sehingga memungkinkan kita untuk membedakan populasi pertanian dari kepadatan populasi manusia secara keseluruhan. Selanjutnya, penggunaan data mikro hasil sensus pada skala subnasional memungkinkan pemilahan data rumah tangga yang lebih luas daripada yang sebelumnya dilakukan. Hal tersebut memungkinkan pengidentifikasian unit administratif tertentu yang mana produksi pertanian mungkin akan sangat bergantung pada pertanian kecil. Penelitian tersebut menggunakan hasil yang dipetakan ini untuk memperkirakan kontribusi sistem petani kecil terhadap tingkat pertanian global, populasi pertanian, dan produksi pangan.
Mata pencaharian petani kecil rentan terkena risiko di banyak sektor, sehingga keberhasilan pertanian skala kecil di sebagian besar dunia sangat bergantung pada kebijakan yang mendukung yang menyediakan teknologi tepat guna dan dukungan pasar bagi petani kecil, dan menciptakan insentif untuk intensifikasi berkelanjutan. Peningkatan informasi spasial tentang pertanian kecil juga dapat membantu dalam rancangan kebijakan yang dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif lingkungan. Sumber pendapatan petani rumah tangga lebih beragam dibanding buruh tani. Namun, berdasarkan data yang didapat pendapatan buruh tani lebih besar dibanding petani rumah tangga, hal ini dikarenakan buruh tani menjadikan tenaga kerja sebagai modal utama, jadi sebagian sudah tercurahkan pada kegiatan pertanian. Akan tetapi, petani kecil masih banyak menghadapi masalah kemiskinan. Hampir 63 persen kemiskinan dunia ditemukan di daerah pedesaan. Dua pertiga orang yang sangat miskin adalah petani kecil atau pekerja pertanian bergaji rendah yang hidup dari pertanian subsisten. Yang lainnya merupakan pekerja non-pertanian seperti layanan kecil atau wirausaha. Akan tetapi, akses pendidikan, perawatan kesehatan, air bersih dan sanitasi yang dihadapi oleh kaum miskin pedesaan jauh lebih buruk daripada yang dihadapi oleh kaum miskin kota. Kurangnya akses di pedesaan ke perkotaan menghambat akses pertanian rumah tangga ke pasar.
93 persen dari total petani di Indonesia merupakan petani kecil yang mendominasi sektor makanan pokok seperti beras, jagung, dan singkong, serta minyak kelapa sawit dan karet. Rata-rata luas pertanian kecil di Indonesia sebesar 0,6 hektar dengan 5-6 anggota keluarga. Kegiatan pertanian di pertanian kecil hanya berkontribusi sebesar 49 persen terhadap pendapatan tahunan, dan angka ini merupakan pendapatan terkecil bagi petani kecil di Asia. Namun 47 persen dari total pendapatan pertanian kecil berasal dari produksi tanaman. Sehingga petani kecil di Indonesia cenderung mencari pendapatan tambahan dari sumber nonpertanian. Produksi beras di Indonesia juga didominasi oleh petani kecil. Petani kecil berkontribusi atas 90 persen total produksi beras di Indonesia. Kesejahteraan petani kecil dapat ditingkatkan melalui regulasi yang melindungi petani kecil. Di Indonesia terdapat UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. UU ini diterbitkan karena adanya kesadaran petani belum memperoleh perlindungan dan petani kecil seringkali dianggap remeh sebagai indikasi ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat, padahal mayoritas petani di Indonesia adalah petani kecil dan pertanian kecil merupakan kontributor utama dalam pemenuhan kalori global. Dengan memperhatikan pertanian kecil dapat menyelesaikan kemiskinan dan kelaparan. Dalam UU ini diatur hak petani terhadap lahan usaha, benih, pengetahuan dan teknologi pertanian, pangan, dan berorganisasi. Pertanian kecil di Indonesia sering dilakukan tanpa menggunakan teknologi modern atau varietas benih unggul. Selain itu, kerentanan padi terhadap perubahan iklim mengurangi minat petani kecil untuk menanam padi. Mendorong para petani kecil untuk melakukan diversifikasi adalah kunci untuk menstabilkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan.Sekian untuk tulisan kali ini.